Digelar hampir setiap pekan, di Jabotabek, Bandung, Batam, dan sejumlah kota besar lainnya. Digandrungi peserta sampai ribuan, bahkan puluhan ribu orang. Yang diburu satu: kesejukan jiwa dan kedamaian hati dari banjir air mata keinsyafan.
"Astaghfirullaah, Rabbal barooyaa, astaghfirullah minal khotooyaa"
Masjid Istiqlal seolah berguncang ketika belasan ribu pengunjungnya secara berulang-ulang mendendangkan nasyid istighfar itu bersama-sama. Nadanya yang syahdu dan perlahan seperti menimbulkan gemuruh yang menggetarkan hati semua yang hadir di masjid terbesar se-Asia Tenggara itu.
Ketika KH Abdullah Gymnastiar menyambung lantunan dzikir itu dengan lirik berbahasa Indonesia, satu-dua suara isak tangis mulai terdengar dari beberapa sudut masjid. "Ingatlah maut pasti kan menjemput. Putuskan nikmat dan cita-cita. Tak dapat ditolak, tak dapat dicegah. Bila waktu hidup berakhir sudah. Bila waktu hidup berakhir sudah."
Usai melantunkan nasyid dzikir itu, Abdullah Gymnastiar yang akrab dipanggil Aa' Gym mengajak jamaah Majelis Manajemen Qalbu (MMQ) itu untuk membaca sejumlah ayat-ayat pendek dari Al-Quran, Shalawat Nabi, serta doa wirid Nabi Yunus as, "Laa ilaaha illa anta, subhaanaka innii kuntu minazhzhoolimin."
Bacaan surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas, shalawat, serta wirid dari belasan ribu orang yang hadir itu, terus mengalir serempak dan syahdu. Suaranya yang bergemuruh menghadirkan kekhusyuan yang tiada tara, membuat Istiqlal seperti sedang menangis.
Aktivitas spiritual itu membuat hati para peserta pengajian yang berlangsung ba'da Zhuhur itu terkondisi suasana keharuan. Konsentrasi mereka semua terfokus pada untaian perenungan mengharukan yang mulai diberikan Aa' Gym sebagai muhasib (pemberi muhasabah).
Perlahan-lahan, pimpinan Pondek Pesantren Darut Tauhid Bandung itu pun mulai mengajak hadirin untuk mengingat perjalanan hidup mereka yang akan berakhir dengan kematian. "Banyak dari kita yang tidak menyadari bahwa setiap desah nafas yang berlalu, setiap denyut jantung yang terlewat, sesungguhnya merupakan langkah-langkah yang semakin mendekatkan kita kepada kematian."
Selanjutnya, da'i spesialis pembersih hati itu mengajak semua peserta untuk mengoreksi kesalahan masing-masing. Dengan rangkaian kalimat yang menyentuh qalbu, ia menguraikan satu-persatu perilaku setiap individu yang mengandung dosa dan kelalaian. Mulai dari orang kantoran, pejabat, pengusaha, para pemuda, mahasiswa, remaja, anak-anak, dan ibu-ibu, semuanya disebut bersama dengan kesalahan yang biasa dilakukan. Seakan Aa' Gym mengetahui semua dosa-dosa dan kesalahan pribadi para jamaahnya.
"Alangkah ruginya kalau ketika kematian itu tiba, diri kita masih kotor begini," urai Aa' Gym di antara isak tangisnya. Akibatnya, semakin banyak jamaah yang terisak-isak dan hanyut dalam tangisnya itu seraya mengucap "Astaghfirullahal 'Azhiim" berulang-ulang.
Ketika sampai pada pelantunan doa dan munajat, suara tangis itu semakin meluap hingga menggemakan ruangan masjid Istiqlal yang cukup besar itu. "Rabb, Yang Maha Mencatat segala perilaku, pikiran, dan perasaan, ampunilah sebusuk apapun hati-hati kami. Ampunilah sekelam apapun masa lalu kami. Ampunilah jika ada di antara kami yang tangannya, matanya, tubuhnya, pernah melakukan zina. Ampunilah jika di antara kami ada yang pernah melawan orang tua. Karuniakanlah kami hari-hari yang penuh keindahan. Karuniakanlah kami kesungguhan untuk mendekat kepada-Mu, ya Rabb." Hening. Aa' Gym berhenti sejenak. Sementara, jamaah terus menangis.
Di tengah-tengah luapan tangis itu, tiba-tiba Aa' Gym berteriak kecil, "Demi Allah, saudaraku sekalian, detik ini Allah sedang menatap dan mendengarkan jeritan hati dan segala harapan kita. Bertobatlah dan mintalah apa saja sekarang juga. Saat-saat yang indah bagi hati kita sekarang ini mudah-mudahan menjadi waktu diijabahnya doa-doa kita oleh Allah Subhaanahu wa ta'allaa."
Tangis pun semakin meledak mengiringi doa masing-masing yang diamini oleh Aa' Gym.
Usai shalat Ashar berjamaah yang berlangsung setelah penutupan acara, para peserta satu-persatu pulang. Mereka yang berasal dari berbagai kalangan, pria-wanita, tua-muda, ABG sampai nenek-nenek, mahasiswa-eksekutif profesional, aktivis da'wah-selebritis dan lain-lain, kebanyakan matanya merah dan membengkak karena banyak menangis. Meski begitu tampak terpancar rasa suka cita dan bahagia dari wajah-majah mereka.
Menangis dalam Shalat
Wajah-wajah yang basah dengan air mata seperti di Istiqlal itu bisa juga ditemui secara berkala di sejumlah masjid besar di Jabotabek misalnya Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru Jakarta Selatan, juga di Bandung. Dua penyelenggara yang rutin menggelar kegiatan muhasabah di masjid itu adalah MMQ sendiri dan para aktivis da'wah Tarbiyah dengan program Malam Bina Iman dan Taqwa (Mabit). Program Mabit secara berkala juga digelar di Pusat Da'wah Islam (Pusdai) Bandung oleh Ma'had Quran dan Dirasah Islamiyyah (MAQDIS) pimpinan Ust Saiful Islam Mubarok, Lc.
Seperti halnya di Istiqlal, peserta muhasabah di Al-Azhar juga berjubel. Jumlahnya mencapai ribuan. Di Pusdai bahkan mencapai 17 ribu orang. Pesertanya juga berasal dari berbagai kalangan.
Kegiatan muhasabah yang digelar para aktivis Tarbiyah, seperti namanya yang dalam bahasa Arab berarti 'bermalam', memiliki rangkaian acara di mana para pesertanya menginap di masjid. Ini karena muhasabahnya berlangsung pada dini hari dan dibuat satu paket dengan acara qiyamullail (shalat tahajud) berjamaah. Sementara taujih ruhiyahnya (bimbingan spiritual) diberikan sejak ba'da Isya oleh pemberi materi yang berbeda.
Pertengahan bulan lalu, Mabit menggelar muhasabah di Bandung dan Jakarta. Para peserta yang ikut acara itu bukan hanya menangis, tapi juga ada yang sampai agak lepas kontrol karena mengalami puncak kenikmatan menangis (ekstase). Ekspresi yang muncul biasanya berupa tangisan yang tersedu-sedu dan bahkan agak meraung-raung dalam waktu cukup lama.
Selain disebabkan oleh suasana hening dini hari yang sangat tepat untuk melakukan perenungan, hal itu disebabkan oleh pengaruh qiyamullail yang secara khusus imamnya membacakan ayat-ayat tentang syukur nikmat, neraka, azab, kematian, dan hal-hal yang bisa menimbulkan kesadaran akan dosa.
Fahrul, salah seorang peserta yang ditemui Sahid usai acara Mabit di Bandung, mengemukakan pengalaman rohaninya setelah mengikuti muhasabah. Katanya, apa yang disampaikan Ust Saiful Islam membuat batinnya sangat tenang karena jiwanya terasa plong (lega) setelah menyesali dosa-dosanya selama ini, dan yakin semua itu akan diampuni oleh Allah. "Tadi saya nangis sampai nggak bisa keluar air mata lagi, kering," tuturnya sambil mengusap matanya yang masih tampak bengkak.
Fahrul selalu ingat sebuah puisi berjudul "Rindu Menangis". Tiba-tiba/ aku ingin menangis/ menangisi ketakmampuanku menangis/ menangisi bekunya air mataku/. Tiba-tiba/ aku sangat ingin menangis/ kuburu tangis itu walau sebutir/. Tiba-tiba/ aku selalu ingin menangis/ kukejar tangis itu walau sekelebat. Biarkan aku menangisi tangisku yang terkubur/ sampai kerontang air mataku/ hingga mati suaraku/ agar tak menangis aku/ ketika maut menyergap. Tiba-tiba/ aku menangis.
Hal yang kurang lebih sama dialami Mulyadi, seorang buruh pabrik. Setelah mengikuti acara itu, ia merasa mendapat kenikmatan yang tiada tara. "Insya Allah saya tidak akan bosan ikut acara ini," katanya.
Tapi, bukan cuma kenikmatan yang mereka peroleh. Sejumlah peserta yang sering mengikuti muhasabah memperoleh banyak manfaat yang mereka rasakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam keyakinan dan perilaku. Terdorong keinginan memperoleh manfaat seperti itu, H Entoy Abdullah dari Garut sampai memboyong keluarga dan para santrinya untuk ikut muhasabah di Pusdai Bandung.
Muhammad Furdi, karyawan Telkom Divre III Bandung, juga merasa makin meningkat kualitas dan kuantitas ibadahnya. Hal serupa dirasakan juga oleh Nada, mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Jakarta. "Waktu masa jahiliyah nggak kebayang deh bisa begini. Sekarang nyesel baru tahu dan bisa ikut. Kenapa nggak dari dulu," keluh Muslimah yang mengaku akhlaknya banyak berubah setelah sering ikut muhasabah.
Chairul Anam, guru SMP 109 Jakarta, mengaku jadi selalu berhati-hati dalam pekerjaan agar tidak menyerempet dosa. Ia juga rajin istighfar, berani mengatakan haq itu haq walaupun pahit, dan bisa bersabar dalam menghadapi anak-anak didik. "Itu perubahan yang saya rasakan dalam diri saya setelah ikut muhasabah," ungkapnya.
Beberapa kota besar banyak digelar acara muhasabah, baik yang terbuka dan melibatkan masyarakat umum maupun yang diselenggarakan oleh aktivis da'wah kampus yang diikuti kalangan terbatas. Ini menjadi fenomena da'wah tersendiri dalam pendidikan ummat. Bagaimana dengan kota-kota lain? Apakah tidak tertarik juga untuk menerapkan metode da'wah yang efektif ini untuk masyarakat umum? Fastabiqul Khairaat! (Fitra Fathurrahman, Khaironi, DDG, DEK)
Home »
» Meraih Ketenangan Hidup Melalui Muhasabah
Meraih Ketenangan Hidup Melalui Muhasabah
Written By Cahaya Hati on Kamis, 11 Desember 2008 | 22.33
Related Articles
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
0 komentar:
Posting Komentar